DETEKSI DINI
GANGGUAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK
Atien Nur
Chamidah
Abstract
Growth and development process can
show the quality of child. Growth and development process which started from
prenatal phase is a result of interaction between genetic factor and
environment factor. The process has faster improvement on early age, 0-5 years
old which is called “Golden Age” phase. We have to make accurate attention on
golden age phase because it is an important phase on children growth and
development. Early detection is important to find problems of children growth
and development. If we can detect the problems early we can make a precious
intervention to prevent permanent disability. Early detection of children
growth and development problems consist of physical, motor development, emotion
and behavior assessments.
Keywords: early
detection, growth and development
A. Pendahuluan
Anak yang sehat, cerdas, berpenampilan menarik, dan
berakhlak mulia merupakan dambaan setiap orang tua. Agar dapat mencapai hal
tersebut terdapat berbagai kriteria yang harus terpenuhi dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak, salah satunya adalah faktor keturunan atau genetika. Namun, selain faktor
keturunan masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi kualitas seorang anak.
Kualitas
seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembang. Proses tumbuh kembang
merupakan hasil interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor
genetik/keturunan adalah faktor yang berhubungan dengan gen yang berasal dari
ayah dan ibu, sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik,
psikologis, dan sosial.
Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang
pesat pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut
sebagai fase ”Golden Age”. Golden age merupakan masa yang sangat penting untuk
memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin dapat
terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu, penanganan kelainan yang
sesuai pada masa golden age dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga kelaianan
yang bersifat permanen dapat
dicegah.
Pemantauan tumbuh kembang anak
meliputi pemantauan dari aspek fisik, psikologi, dan sosial. Pemantauan
tersebut harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. Sedini mungkin pemantauan dapat dilakukan oleh orang tua.
Selain itu pemantauan juga dapat dilakukan oleh masyarakat melalui kegiatan
posyandu dan oleh guru di sekolah. Oleh karena itu, pengetahuan tentang deteksi
dini pertumbuhan dan perkembangan anak perlu dimiliki oleh orang tua, guru, dan
masyarakat.
B. Definisi
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Istilah tumbuh kembang terdiri
atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit
untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth)
berkaitan dengan masalah perubahan ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada
tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga
dapat diukur dengan satuan berat (gram, kilogram), satuan panjang (cm, m), umur
tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam
tubuh). Perkembangan (development)
adalah pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks.
Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel, jaringan, organ,
dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. (Soetjiningsih, 1998; Tanuwijaya, 2003).
Pertumbuhan mempunyai
ciri-ciri khusus, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya
ciri-ciri lama, serta munculnya ciri-ciri baru. Keunikan pertumbuhan adalah
mempunyai kecepatan yang berbeda-beda di setiap kelompok umur dan masing-masing
organ juga mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda. Terdapat 3 periode
pertumbuhan cepat, yaitu masa janin, masa bayi 0 – 1 tahun, dan masa pubertas.
Proses perkembangan terjadi secara simultan dengan
pertumbuhan, sehingga setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.
Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan
organ yang dipengaruhinya. Perkembangan fase awal meliputi beberapa aspek
kemampuan fungsional, yaitu kognitif, motorik, emosi, sosial, dan bahasa.
Perkembangan pada fase awal ini akan menentukan perkembangan fase selanjutnya.
Kekurangan pada salah satu aspek perkembangan dapat mempengaruhi aspek lainnya.
C. Tahap
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling
berkaitan, dan berkesinambungan dimulai sejak pembuahan sampai dewasa. Walaupun
terdapat variasi, namun setiap anak akan melewati suatu pola tertentu. Tanuwijaya (2003)
memaparkan tentang tahapan tumbuh kembang anak yang terbagi menjadi dua, yaitu masa
pranatal dan masa postnatal. Setiap masa tersebut memiliki ciri khas dan
perbedaan dalam anatomi, fisiologi, biokimia, dan karakternya.
Masa pranatal adalah masa kehidupan janin di dalam
kandungan. Masa ini dibagi menjadi dua periode, yaitu masa embrio dan masa
fetus. Masa embrio adalah masa sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu,
sedangkan masa fetus adalah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran.
Masa postnatal atau masa setelah lahir terdiri dari lima
periode. Periode pertama adalah masa neonatal dimana bayi berusia 0 - 28 hari
dilanjutkan masa bayi yaitu sampai usia 2 tahun. Masa prasekolah adalah masa
anak berusia 2 – 6 tahun. Sampai dengan masa ini, anak laki-laki dan perempuan
belum terdapat perbedaan, namun ketika masuk dalam masa selanjutnya yaitu masa
sekolah atau masa pubertas, perempuan berusia 6 – 10 tahun, sedangkan laki-laki
berusia 8 - 12 tahun. Anak perempuan memasuki masa adolensensi atau masa remaja
lebih awal dibanding anak laki-laki, yaitu pada usia 10 tahun dan berakhir
lebih cepat pada usia 18 tahun. Anak laki-laki memulai masa pubertasa pada usia
12 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun.
D.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan
Banyak faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara garis besar
faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu faktor dalam
(internal) dan faktor luar (eksternal/lingkungan). Pertumbuhan dan perkembangan
merupakan hasil interaksi dua faktor tersebut.
Faktor internal terdiri dari
perbedaan ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, kelainan
genetik, dan kelainan kromosom. Anak yang terlahir dari suatu ras tertentu,
misalnya ras Eropa mempunyai ukuran tungkai yang lebih panjang daripada ras
Mongol. Wanita lebih cepat dewasa dibanding laki-laki. Pada masa pubertas
wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki, kemudian setelah melewati
masa pubertas sebalinya laki-laki akan tumbuh lebih cepat. Adanya suatu
kelainan genetik dan kromosom dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak, seperti yang terlihat pada anak yang menderita Sindroma Down.
Selain faktor internal, faktor
eksternal/lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Contoh faktor lingkungan yang banyak
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah gizi, stimulasi,
psikologis, dan sosial ekonomi.
Gizi merupakan salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak. Sebelum lahir,
anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir,
anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna.
Hasil penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002)
menunjukkan bahwa kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18
bulan. Penyebab gagal tumbuh tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil,
pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi.
Perkembangan anak juga
dipengaruhi oleh stimulasi dan psikologis. Rangsangan/stimulasi khususnya dalam
keluarga, misalnya dengan penyediaan alat mainan, sosialisasi anak,
keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain akan mempengaruhi anak dlam mencapai
perkembangan yang optimal. Seorang anak yang keberadaannya tidak dikehendaki
oleh orang tua atau yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan di
dalam pertumbuhan dan perkembangan.
Faktor lain yang tidak dapat
dilepaskan dari pertumbuhan dan perkembangan anak adalah faktor sosial ekonomi.
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan
yang jelek, serta kurangnya pengetahuan. (Tanuwijaya, 2003).
E.
Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak
Pertumbuhan organ-organ tubuh
mengikuti 4 pola, yaitu pola umum, neural, limfoid, serta reproduksi. Organ-organ yang mengikuti pola umum
adalah tulang panjang, otot skelet, sistem pencernaan, pernafasan, peredaran
darah, volume darah. Perkembangan otak bersama tulang-tulang yang
melindunginya, mata, dan telinga berlangsung lebih dini. Otak bayi yang baru
dilahirkan telah mempunyai berat 25% berat otak dewasa, 75% berat otak dewasa
pada umur 2 tahun, dan pada umur 10 tahun telah mencapai 95%
berat otak dewasa. Pertumbuhan jaringan limfoid agak berbeda dengan dari bagian
tubuh lainnya, pertumbuhan mencapai maksimum sebelum remaja kemudian menurun
hingga mencapai ukuran dewasa. Sedangkan organ-organ
reproduksi tumbuh mengikuti pola tersendiri, yaitu pertumbuhan lambat pada usia
pra remaja, kemudian disusul pacu tumbuh pesat pada usia remaja. (Tanuwijaya,
2003; Meadow & Newell, 2002; Cameron, 2002 ). Perbedaan
empat pola pertumbuhan tersebut tergambar dalam kurva di bawah ini.
Kurva
pertumbuhan jaringan dan organ yang memperlihatkan 4 pola pertumbuhan (Dikutip
dari Cameron, 2002).
Usia dini merupakan fase awal perkembangan anak yang akan
menentukan perkembangan pada fase selanjutnya. Perkembangan anak pada fase awal
terbagi menjadi 4 aspek kemampuan fungsional, yaitu motorik kasar, motorik
halus dan penglihatan, berbicara dan bahasa, serta sosial emosi dan perilaku.
Jika terjadi kekurangan pada salah satu aspek kemampuan tersebut dapat
mempengaruhi perkembangan aspek yang lain.
Kemajuan perkembangan anak mengikuti suatu pola yang
teratur dan mempunyai variasi pola batas pencapaian dan kecepatan. Batasan usia
menunjukkan bahwa suatu patokan kemampuan harus dicapai pada usia tertentu.
Batas ini menjadi penting dalam penilaian perkembangan, apabila anak gagal
mencapai dapat memberikan petunjuk untuk segera melakukan penilaian yang lebih
terperinci dan intervensi yang tepat.
F.
Deteksi Dini Pertumbuhan dan Perkembangan
Penilaian
pertumbuhan dan perkembangan dapat dilakukan sedini mungkin sejak anak
dilahirkan. Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara
komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta
mengenal faktor resiko pada balita, yang disebut juga anak usia dini. Melalui
deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini,
sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat
diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa-masa kritis proses tumbuh
kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak,
dengan demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang optimal (Tim Dirjen
Pembinaan Kesmas, 1997).
Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian
pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan. Masing-masing penilaian tersebut
mempunyai parameter dan alat ukur tersendiri.
Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah
penilaian menggunakan alat baku (standar). Untuk menjamin ketepatan dan
keakuratan penilaian harus dilakukan dengan teliti dan rinci. Pengukuran perlu
dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk menilai kecepatan pertumbuhan.
Parameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam penilaian
pertumbuhan fisik adalah tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan
kulit, lingkar lengan atas, panjang lengan, proporsi tubuh, dan panjang
tungkai. Menurut Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita (Tim Dirjen
Pembinaan Kesmas, 1997) dan
Narendra (2003) macam-macam penilaian pertumbuhan fisik yang dapat
digunakan adalah:
1) Pengukuran
Berat Badan (BB)
Pengukuran ini
dilakukan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan keadaan gizi balita.
Balita ditimbang setiap bulan dan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat Balita (KMS
Balita) sehingga dapat dilihat grafik pertumbuhannya dan dilakukan interfensi
jika terjadi penyimpangan.
2) Pengukuran Tinggi Badan
(TB)
Pengukuran
tinggi badan pada anak sampai usia 2 tahun dilakukan dengan berbaring.,
sedangkan di atas umur 2 tahun dilakukan dengan berdiri. Hasil pengukuran
setiap bulan dapat dicatat pada dalam KMS yang mempunyai grafik pertumbuhan
tinggi badan.
3) Pengukuran
Lingkar Kepala Anak (PLKA)
PLKA
adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
otak anak. Biasanya ukuran pertumbuhan tengkorak mengikuti perkembangan otak,
sehingga bila ada hambatan pada pertumbuhan tengkorak maka perkembangan otak
anak juga terhambat.
Pengukuran dilakukan pada diameter occipitofrontal dengan mengambil rerata 3
kali pengukuran sebagai standar.
Untuk menilai perkembangan anak banyak
instrumen yang dapat digunakan. Salah satu instrumen skrining yang dipakai secara
internasional untuk menilai perkembangan anak adalah DDST II (Denver Development Screening Test). DDST
II merupakan
alat untuk menemukan secara dini masalah penyimpangan perkembangan anak umur 0
s/d < 6 tahun. Instrumen ini merupakan revisi dari DDST yang pertama kali
dipublikasikan tahun 1967 untuk tujuan yang sama.
Pemeriksaan
yang dihasilkan DDST II bukan merupakan pengganti evaluasi diagnostik, namun
lebih ke arah membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan anak
lain yang seumur. DDST II digunakan untuk menilai tingkat perkembangan
anak sesuai umurnya pada anak yang mempunyai tanda-tanda keterlambatan
perkembangan maupun anak sehat. DDST II bukan merupakan tes IQ dan bukan merupakan
peramal kemampuan intelektual anak di masa mendatang. Tes ini tidak dibuat
untuk menghasilkan diagnosis, namun lebih ke arah untuk membandingkan kemampuan
perkembangan seorang anak dengan kemampuan anak lain yang seumur.
Menurut
Pedoman Pemantauan Perkembangan Denver II (Subbagian Tumbuh Kembang Ilmu
Kesehatan Anak RS Sardjito, 2004), formulir tes DDST II berisi 125 item yg
terdiri dari 4 sektor, yaitu: personal sosial, motorik halus-adaptif, bahasa,
serta motorik kasar. Sektor personal sosial meliputi komponen penilaian yang
berkaitan dengan kemampuan penyesuaian diri anak di masyarakat dan kemampuan
memenuhi kebutuhan pribadi anak. Sektor motorik halus-adaptif berisi kemampuan
anak dalam hal koordinasi mata-tangan, memainkan dan menggunakan benda-benda
kecil serta pemecahan masalah. Sektor bahasa meliputi kemampuan mendengar,
mengerti, dan menggunakan bahasa. Sektor motorik kasar terdiri dari penilaian
kemampuan duduk, jalan, dan gerakan-gerakan umum otot besar. Selain keempat
sektor tersebut, itu perilaku anak juga dinilai secara umum untuk memperoleh
taksiran kasar bagaimana seorang anak menggunakan kemampuannya.
G.
Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Masalah
yang sering timbul dalam pertumbuhan dan perkembangan anak meliputi gangguan
pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, bahasa, emosi, dan perilaku.
1. Gangguan
Pertumbuhan Fisik
Gangguan pertumbuhan fisik
meliputi gangguan pertumbuhan di atas normal dan gangguan pertumbuhan di bawah
normal. Pemantauan berat badan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) dapat
dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan anak. Menurut
Soetjiningsih (2003) bila grafik berat badan anak lebih dari 120% kemungkinan
anak mengalami obesitas atau kelainan hormonal. Sedangkan, apabila grafik berat
badan di bawah normal kemungkinan anak mengalami kurang gizi, menderita
penyakit kronis, atau kelainan hormonal. Lingkar kepala juga menjadi salah satu
parameter yang penting dalam mendeteksi gangguan pertumbuhan dan perkembangan
anak. Ukuran lingkar kepala menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan
serebrospinal. Lingkar kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak
yang menderita hidrosefalus, megaensefali, tumor otak ataupun hanya merupakan
variasi normal. Sedangkan apabila lingkar kepala kurang dari normal dapat
diduga anak menderita retardasi mental, malnutrisi kronis ataupun hanya
merupakan variasi normal.
Deteksi dini gangguan
penglihatan dan gangguan pendengaran juga perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih
berat. Jenis gangguan penglihatan yang dapat diderita
oleh anak antara lain adalah maturitas visual yang terlambat, gangguan
refraksi, juling, nistagmus, ambliopia, buta warna, dan kebutaan akibat
katarak, neuritis optik, glaukoma, dan lain sebagainya. (Soetjiningsih, 2003).
Sedangkan ketulian pada anak dapat dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli
sensorineural. Menurut Hendarmin (2000), tuli pada anak dapat disebabkan karena
faktor prenatal dan postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah genetik dan
infeksi TORCH yang terjadi selama kehamilan. Sedangkan faktor postnatal yang
sering mengakibatkan ketulian adalah infeksi bakteri atau virus yang terkait
dengan otitis media.
2. Gangguan
perkembangan motorik
Perkembangan motorik yang
lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu
penyebab gangguan perkembangan motorik adalah
kelainan tonus otot atau penyakit neuromuskular. Anak
dengan serebral palsi dapat mengalami keterbatasan perkembangan motorik sebagai
akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau hipotonia. Kelainan sumsum tulang
belakang seperti spina bifida juga dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan
motorik. Penyakit neuromuscular sepeti muscular distrofi memperlihatkan
keterlambatan dalam kemampuan berjalan. Namun, tidak selamanya gangguan
perkembangan motorik selalu didasari adanya penyakit tersebut. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak yang tidak mempunyai
kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau diletakkan di baby
walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik.
3. Gangguan perkembangan bahasa
Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh system
perkembangan anak. Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan motorik, psikologis,
emosional, dan perilaku (Widyastuti, 2008). Gangguan
perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan berbagai faktor, yaitu adanya
faktor genetik, gangguan pendengaran, intelegensia rendah, kurangnya interaksi
anak dengan lingkungan, maturasi yang terlambat, dan faktor keluarga. Selain
itu, gangguan bicara juga dapat disebabkan karena adanya kelainan fisik seperti
bibir sumbing dan serebral palsi. Gagap juga termasuk salah satu gangguan perkembangan
bahasa yang dapat disebabkan karena adanya tekanan dari orang tua agar anak
bicara jelas (Soetjingsih, 2003).
4. Gangguan
Emosi dan Perilaku
Selama tahap perkembangan, anak juga dapat
mengalami berbagai gangguan yang terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah
salah satu gangguan yang muncul pada anak dan memerlukan suatu intervensi
khusus apabila mempengaruh interaksi sosial dan perkembangan anak. Contoh
kecemasan yang dapat dialami anak adalah fobia sekolah, kecemasan berpisah, fobia
sosial, dan kecemasan setelah mengalami trauma. Gangguan perkembangan pervasif
pada anak meliputi autisme serta gangguan perilaku dan interaksi sosial.
Menurut Widyastuti (2008) autism adalah kelainan neurobiologis yang menunjukkan
gangguan komunikasi, interaksi, dan perilaku. Autisme ditandai dengan
terhambatnya perkembangan bahasa, munculnya gerakan-gerakan aneh seperti
berputar-putar, melompat-lompat, atau mengamuk tanpa sebab.
H. Penutup
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan
suatu proses yang diawali dari konsepsi (pembuahan) sampai pematangan atau
dewasa. Melalui proses tersebut anak tumbuh menjadi lebih besar dan bertambah
matang dalam segala aspek baik fisik, emosi, intelektual, maupun psikososial.
Apabila terdapat suatu masalah dalam proses tersebut maka yang akan berakibat
terhambatnya anak mencapai tingkat tumbuh kembang yang sesuai dengan usianya.
Apabila gangguan ini berlanjut maka akan menjadi suatu bentuk kecacatan yang
menetap pada anak. Namun, apabila sejak dini gangguan tumbuh kembang sudah
terdeteksi, maka kita dapat melakukan suatu intervensi sesuai dengan kebutuhan
anak. Melalui intervensi yang dilakukan sejak dini itulah tumbuh kembang anak
pada tahap selanjutnya dapat berjalan dengan lebih baik.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan
masalah yang banyak dijumpai di masyarakat, sehingga sangatlah penting apabila
semua komponen yang terlibat dalam tumbuh kembang anak, yaitu orang tua, guru,
dan masyarakat dapat bekerja sama dalam melakukan pemantauan sejak dini. Tujuan
akhir dari pemantauan dini gangguan tumbuh kembang anak ini tentunya adalah
harapan kita dalam terwujudnya generasi harapan bangsa yang lebih baik dan
berkualitas.
Daftar
Pustaka
Cameron, N. 2002. Human Growth and
Development. California: Academic Press.
Narendra,
M. B. 2003. Penilaian Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak. Jakarta: EGC.
Meadow,
R dan Newll, S. 2002. Lecture Notes
Pediatrica. Jakarta: Erlangga.
Setiati,
T. E., et al (ed). 1997. Tumbuh Kembang
Anak dan Masalah Kesehatan Terkini. Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Kariadi.
Soetjiningsih.
1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Soetjiningsih.
2003. Perkembangan Anak dan
Permasalahannya. Jakarta: EGC.
Soepardi,
E. A. dan Iskandar, N (ed). 2000. Buku
Ajar Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Subbagian
Tumbuh Kembang. 2004. Pemantauan
Perkembangan Denver II. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUGM/RS
Sardjito.
Suyitno, H,
dan Narendra, M. B. 2003. Pertumbuhan
Fisik Anak. Jakarta: EGC.
Tanuwijaya,
S. 2003. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang.
Jakarta: EGC
Tim Dirjen
Pembinaan Kesmas. 1997. Pedoman Deteksi
Dini Tumbuh Kembang Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Widyastuti,
D, dan Widyani, R. 2001. Panduan
Perkembangan Anak 0 Sampai 1 Tahun. Jakarta: Puspa Swara.
Pertumbuhan dan
perkembangan proses dapat menunjukkan kualitas anak. Pertumbuhan dan proses
pembangunan yang dimulai dari fase prenatal merupakan hasil interaksi antara
faktor genetik dan faktor lingkungan. Proses ini memiliki perbaikan cepat pada
usia dini, berusia 0-5 tahun yang disebut "Golden Age" fase. Kita
harus membuat perhatian akurat pada fase usia emas karena merupakan fase
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Deteksi dini penting untuk
menemukan masalah pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika kita bisa mendeteksi
masalah awal kita dapat melakukan intervensi berharga untuk mencegah cacat
permanen. Deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan masalah anak terdiri dari
fisik, perkembangan motorik, emosi dan penilaian perilaku.
Kata kunci: deteksi dini,
pertumbuhan dan perkembangan